
Krisis hipertensi adalah kondisi medis darurat di mana tekanan darah melonjak secara drastis hingga mencapai 180/120 mmHg atau lebih. Jika tidak ditangani dengan cepat, kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi serius, seperti serangan jantung, stroke, atau kerusakan permanen pada ginjal.
TanyaDoc - Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, terjadi ketika tekanan darah seseorang melebihi batas normal, yaitu tekanan sistolik lebih dari 130 mmHg dan/atau tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg, setelah dilakukan pengukuran sebanyak dua kali. Pada kasus krisis hipertensi, lonjakan tekanan darah terjadi secara tiba-tiba hingga mencapai level yang sangat berbahaya.
Krisis hipertensi dibagi menjadi dua kategori utama: hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
- Hipertensi Emergensi
- Kondisi ini terjadi ketika tekanan darah sangat tinggi dan disertai dengan gejala atau kerusakan organ yang signifikan, seperti nyeri dada, sesak napas, gangguan penglihatan, atau kerusakan pada ginjal. Situasi ini memerlukan penanganan medis segera untuk mencegah komplikasi serius.
- Hipertensi Urgensi
- Pada jenis ini, tekanan darah juga mencapai tingkat yang sangat tinggi, tetapi belum menimbulkan gejala atau kerusakan organ. Meski tidak darurat, hipertensi urgensi tetap membutuhkan perhatian medis untuk menurunkan tekanan darah secara perlahan dan mencegah berkembangnya komplikasi.
- Pada jenis ini, tekanan darah juga mencapai tingkat yang sangat tinggi, tetapi belum menimbulkan gejala atau kerusakan organ. Meski tidak darurat, hipertensi urgensi tetap membutuhkan perhatian medis untuk menurunkan tekanan darah secara perlahan dan mencegah berkembangnya komplikasi.
Penting untuk mengenali perbedaan antara kedua jenis krisis hipertensi ini, karena masing-masing membutuhkan pendekatan penanganan yang berbeda. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin dan konsultasi medis segera sangat dianjurkan jika tekanan darah melonjak drastis.
Penyebab Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi umumnya terjadi akibat tekanan darah yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama. Kondisi ini sering kali disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
- Tidak mematuhi jadwal konsumsi obat antihipertensi atau sering lupa mengonsumsinya.
- Mengonsumsi obat antihipertensi dengan dosis yang tidak mencukupi.
- Menghentikan penggunaan obat antihipertensi secara tiba-tiba tanpa konsultasi dokter.
Risiko krisis hipertensi meningkat pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol, terutama jika mereka memiliki kondisi berikut:
- Diabetes
- Penyakit jantung
- Gangguan tiroid
- Obesitas
- Kebiasaan merokok
Selain itu, beberapa kondisi lain juga dapat memicu krisis hipertensi, seperti:
- Gangguan pada ginjal dan kelenjar adrenal.
- Pheochromocytoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menyebabkan produksi hormon stres berlebihan.
- Cedera kepala atau saraf tulang belakang yang parah.
- Tumor otak yang memengaruhi fungsi tekanan darah.
- Preeklamsia atau eklamsia pada ibu hamil, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi berbahaya.
- Penyalahgunaan obat-obatan terlarang (NAPZA).
- Efek samping obat tertentu
Untuk mencegah krisis hipertensi, sangat penting bagi penderita hipertensi untuk rutin mengontrol tekanan darah, menjalani pengobatan dengan disiplin, serta menjaga pola hidup sehat. Jika Anda memiliki kondisi berisiko, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pengelolaan yang tepat.
Gejala Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi ditandai dengan tekanan darah mencapai 180/120 mmHg atau lebih. Pada kasus hipertensi emergensi, tekanan darah tinggi disertai dengan gejala yang mengindikasikan kerusakan organ atau komplikasi serius. Beberapa gejala yang umum terjadi meliputi:
- Sakit kepala yang sangat berat dan tiba-tiba.
- Sesak napas akibat tekanan darah tinggi yang memengaruhi paru-paru atau jantung.
- Nyeri dada, yang bisa menjadi tanda masalah pada jantung atau pembuluh darah.
- Kejang, akibat tekanan darah yang memengaruhi otak.
- Mual dan muntah, yang sering kali disertai rasa pusing.
- Linglung atau kebingungan mental.
- Rasa cemas yang ekstrem dan tidak terkendali.
- Penglihatan kabur atau terganggu.
- Mati rasa atau kesemutan pada lengan, kaki, atau wajah.
Sebaliknya, pada hipertensi urgensi, tekanan darah juga sangat tinggi tetapi belum menimbulkan gejala yang nyata. Meskipun tidak dianggap darurat, hipertensi urgensi tetap memerlukan penanganan segera untuk mencegah berkembangnya kondisi menjadi hipertensi emergensi.
Kedua jenis krisis hipertensi ini membutuhkan perhatian medis. Penderita harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan perawatan yang sesuai dan menghindari risiko komplikasi yang lebih serius. Rutin memeriksa tekanan darah dan menjaga pola hidup sehat adalah langkah penting untuk mencegah kondisi ini.
Diagnosis Krisis Hipertensi
Untuk mendiagnosis krisis hipertensi, dokter akan memulai dengan menanyakan gejala yang dialami pasien, riwayat kesehatan pribadi maupun keluarga, serta jenis obat-obatan yang sedang atau pernah dikonsumsi. Selanjutnya, dokter akan mengukur tekanan darah pasien untuk memastikan apakah tekanannya sudah mencapai tingkat darurat.
Setelah itu, pemeriksaan fisik akan dilakukan, termasuk mendengarkan detak jantung dan suara paru-paru menggunakan stetoskop. Dokter juga akan memeriksa mata dan sistem saraf untuk mendeteksi kemungkinan kerusakan organ yang diakibatkan oleh tekanan darah tinggi.
Untuk memastikan diagnosis dan menilai tingkat keparahan, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan, antara lain:
- Foto Rontgen Dada
- Digunakan untuk mengevaluasi kondisi jantung dan mendeteksi keberadaan cairan di paru-paru, yang dapat menjadi tanda gagal jantung.
- Rekam Jantung (EKG)
- Memantau aktivitas listrik jantung untuk mendeteksi adanya serangan jantung, gangguan irama jantung, atau gagal jantung.
- CT Scan Kepala
- Bertujuan untuk mendeteksi perdarahan atau kerusakan di otak yang mungkin terjadi akibat lonjakan tekanan darah.
- Tes Darah dan Urine
- Dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan hati, serta memastikan apakah organ-organ ini sudah terkena dampak dari tekanan darah tinggi.
- Dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan hati, serta memastikan apakah organ-organ ini sudah terkena dampak dari tekanan darah tinggi.

Pemeriksaan menyeluruh ini sangat penting untuk menentukan jenis penanganan yang tepat dan mencegah komplikasi lebih lanjut akibat krisis hipertensi. Diagnosis yang cepat dan akurat dapat meningkatkan peluang pemulihan pasien secara optimal.
Pengobatan Krisis Hipertensi
Pengobatan krisis hipertensi bertujuan untuk meredakan gejala yang dialami pasien sekaligus menurunkan tekanan darah secara terkendali. Dengan mengelola tekanan darah, risiko kerusakan organ yang lebih parah dapat dicegah.
Tahap Awal Penanganan
Sebelum memberikan obat, dokter akan memasang infus dan memberikan oksigen kepada pasien. Biasanya, pasien dirawat di ruang ICU untuk pemantauan ketat. Penurunan tekanan darah dilakukan secara perlahan menggunakan obat-obatan yang diberikan melalui infus.
Pada kasus hipertensi emergensi, pengobatan difokuskan untuk segera menurunkan tekanan darah menggunakan obat yang diberikan melalui infus atau intravena. Langkah ini bertujuan mencegah kerusakan lebih lanjut pada organ vital. Jika komplikasi berupa kerusakan organ telah terjadi, penanganan khusus akan dilakukan untuk mengatasi kondisi organ yang terdampak.
Sebenarnya, tekanan darah tinggi dapat dicegah dengan langkah sederhana. Salah satunya adalah menerapkan pola hidup sehat, seperti cukup istirahat dan berolahraga secara rutin. Pola hidup sehat ini juga perlu didukung dengan konsumsi makanan bergizi serta menghindari makanan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah, seperti makanan berlemak dan makanan cepat saji.
Penurunan Tekanan Darah Berdasarkan Kondisi
- Jika terdapat kondisi darurat, seperti robekan pembuluh darah besar (diseksi aorta), preeklamsia berat atau eklamsia, atau pheochromocytoma, tekanan darah perlu diturunkan segera dalam waktu 1 jam. Targetnya adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi 140 mmHg atau kurang.
- Jika tidak ada kondisi darurat, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap:
- Dalam 1−2 jam pertama, tekanan darah akan diturunkan sekitar 20−25% dari tekanan awal.
- Tekanan darah kemudian diturunkan hingga mencapai 160/100 mmHg dalam 2−6 jam berikutnya.
- Akhirnya, tekanan darah akan diturunkan perlahan hingga mencapai angka normal dalam 1−2 hari.
Pengobatan Lanjutan
Setelah kondisi pasien stabil, dokter akan mengganti obat infus dengan tablet untuk menjaga tekanan darah tetap terkendali.
Komplikasi Krisis Hipertensi
Pada beberapa kasus, krisis hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal. Jika hal ini terjadi, pasien mungkin memerlukan prosedur cuci darah (hemodialisis) untuk menggantikan fungsi ginjal yang terganggu.
Pendekatan pengobatan yang hati-hati dan terukur sangat penting untuk memastikan tekanan darah turun dengan aman tanpa menimbulkan komplikasi tambahan. Kontrol lanjutan juga diperlukan untuk mencegah krisis hipertensi berulang.
Krisis hipertensi dapat menyebabkan komplikasi serius yang berpotensi fatal jika tidak ditangani dengan segera. Beberapa komplikasi utama yang mungkin terjadi meliputi:
- Stroke
- Lonjakan tekanan darah dapat memicu pecahnya pembuluh darah di otak, menyebabkan perdarahan atau stroke iskemik akibat penyumbatan aliran darah.
- Serangan Jantung
- Tekanan darah tinggi dapat membebani jantung secara berlebihan, meningkatkan risiko serangan jantung yang dapat berakibat fatal.
- Edema Paru
- Tekanan darah yang ekstrem dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, sehingga mengakibatkan kesulitan bernapas.
- Diseksi Aorta
- Kondisi ini terjadi ketika lapisan pembuluh darah besar (aorta) mengalami robekan, yang dapat menyebabkan perdarahan internal yang sangat berbahaya.
- Perdarahan dalam Otak
- Tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah di otak, memicu perdarahan yang mengancam jiwa.
- Gagal Jantung
- Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara efektif akibat beban kerja yang terlalu berat.
- Angina
- Nyeri dada yang terjadi akibat aliran darah yang tidak mencukupi ke otot jantung.
- Eklamsia pada Ibu Hamil
- Komplikasi tekanan darah tinggi selama kehamilan yang dapat menyebabkan kejang, kerusakan organ, bahkan membahayakan ibu dan janin.
- Kerusakan Ginjal
- Krisis hipertensi dapat merusak pembuluh darah ginjal, menyebabkan gagal ginjal akut atau kronis.
- Kerusakan Mata
- Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah di retina, menyebabkan gangguan penglihatan atau kebutaan.
- Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah di retina, menyebabkan gangguan penglihatan atau kebutaan.
Risiko Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi-komplikasi ini tidak hanya terjadi saat krisis hipertensi berlangsung, tetapi juga dapat muncul dalam 12 bulan setelah episode tersebut. Oleh karena itu, penanganan cepat dan pemantauan tekanan darah secara rutin sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.
Mencegah krisis hipertensi dengan menjaga gaya hidup sehat dan mengikuti pengobatan secara disiplin adalah langkah terbaik untuk melindungi kesehatan Anda.
Pencegahan Krisis Hipertensi
Mengontrol tekanan darah secara optimal adalah langkah utama dalam mencegah krisis hipertensi, terutama bagi penderita tekanan darah tinggi. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga tekanan darah tetap stabil dan mencegah komplikasi:
- Konsumsi Obat Antihipertensi Secara Teratur
- Minum obat sesuai dosis dan jadwal yang telah ditentukan oleh dokter. Jangan menghentikan konsumsi obat tanpa persetujuan dokter, meskipun tekanan darah sudah terlihat normal.
- Rutin Melakukan Kontrol ke Dokter
- Jadwalkan kunjungan rutin ke dokter untuk memantau tekanan darah, menyesuaikan pengobatan, dan mendeteksi kemungkinan komplikasi lebih awal.
- Periksa Tekanan Darah Secara Mandiri
- Gunakan alat tensimeter di rumah untuk memantau tekanan darah secara berkala. Hal ini membantu Anda mengetahui bila terjadi lonjakan tekanan darah dan mengambil tindakan lebih awal.
- Lakukan Olahraga Secara Teratur
- Lakukan olahraga dengan intensitas ringan hingga sedang, seperti berjalan kaki, yoga, atau berenang, setidaknya 30 menit setiap hari untuk membantu menjaga tekanan darah tetap stabil.
- Berhenti Merokok
- Menghentikan kebiasaan merokok dapat mengurangi kerusakan pada pembuluh darah dan menurunkan risiko komplikasi akibat hipertensi.
- Terapkan Pola Makan Sehat dengan Diet DASH
- Ikuti pola makan rendah garam dan kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, produk susu rendah lemak, dan biji-bijian. Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) terbukti efektif dalam membantu mengontrol tekanan darah.
- Kelola Penyakit Lain yang Menyertai
- Jika memiliki penyakit lain seperti diabetes, kolesterol tinggi, atau penyakit ginjal, pastikan kondisi tersebut dikelola dengan baik untuk mencegah tekanan darah semakin tidak terkendali.
- Rutin Periksa Kehamilan bagi Ibu Hamil
- Bagi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan secara rutin sangat penting untuk mendeteksi tekanan darah tinggi atau tanda-tanda preeklamsia lebih awal sehingga dapat segera ditangani.
- Bagi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan secara rutin sangat penting untuk mendeteksi tekanan darah tinggi atau tanda-tanda preeklamsia lebih awal sehingga dapat segera ditangani.
Untuk mengobati tekanan darah tinggi, direkomendasikan mengonsumsi obat herbal yang aman dan terbukti efektif. Pilihan yang direkomendasikan untuk mengobati hipertensi adalah Apirex Bharata, rekomendasi obat hipertensi yang aman karena terbuat dari 100% bahan herbal, bebas dari efek samping. Apirex Bharata terbukti efektif mengobati hipertensi.

Jika Anda ingin mendapatkan produk Apirex Bharata Anda bisa mencari informasi di Google atau Marketplace terpercaya favorit Anda.
Video Interaktif : Hipertensi ?
Kuis Hipertensi

Time’s up